Jumat, 03 Februari 2012

Esai Sastra



TOPENG CINTA
Berkaca dari Pendekatan MIMETIK
Oleh
Wayan Subandriyo
(106469)

“Fanatisme, praduga dan kesetiaan di dalam kisah, menyedihkan”
Cerpen, novel dan puisi adalah gambaran atau ceraminan dari alam semesta. Itulah yang kita tahu dan beredar pada masyarakat, kalau kita telaah lebih dalam lagi bahwa memang karya sastra diciptakan oleh penulisnya berdasarkan pengalaman atau perenungan atas lingkungan sekitar pengarang. Bisa dari pengalaman pribadi yang dialami si penulis atau hasil perenungan penulis atas kejadian – kejadia di sekitarnya. karya  tulis(cerpen)  dianggap sebagai dokumen sosial; karya sastra sebagai refleksi dan kenyataan di dalamnya sebagai sesuatu yang sudah ditafsirkan. Dan setiap karya sastra hasil cerminan dari lingkungannya akan menyiratkan hal itu lebih detail dan mudah penyesuainanya dengan kenyataan. Walaupaun cerpen adalah tulisan yang dipenuhi imanjinasi dari penulis dari tema hinga tokohnya. Namun pasti ada kesamaan antara cerpen itu dengan lingkunganya.

Ratih Kumala, lahir di Jakarta 4 Juni 1980. Ia menyelesaikan studi dari Jurusan Sastra Inggris Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Buku pertamanya, novel berjudul Tabula Rasa, memperoleh hadiah ketiga Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2003, dan diterbitkan oleh Penerbit Grasindo, 2004. Novel keduanya, Genesis, diterbitkan Insist Press tahun 2005. Kumpulan cerita pendeknya, Larutan Senja, diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama tahun 2006. Selain menulis novel dan cerita pendek, Ratih juga tengah menyelesaikan sebuah novel grafis dan menulis skenario untuk acara televisi Jalan Sesama (yang merupakan versi Indonesia Sesame Street Indonesia). Saat ini tinggal di Jakarta bersama suaminya, penulis Eka Kurniawan. Dan dalam ulasan kaliini kita akan membedah cerpen karya Ratih Kumala dengan  judul “Sepotong Tangan”.

Sinopsis dari cerpen  karya Ratih Kumala dengan  judul “Sepotong Tangan”

Pada sebuah pagi seorang suami dengan setia menungu kebangunan sang istri, setelah menungu lama ternyata sang istri tidak kunjung bangun. Dan ketika tokoh suami mengengam tangan istrinya terasa dingin dan baru disadari kalau istri paling dicintainya sudah meningal. Tokoh suami ingin meminta pertolongn untuk mengurus jasad istrinya. Karena tidak pwernah bepergian tanpa sang istri akhirnya tokoh suami memutuskan untuk memotong tangan istrinya untuk menemaninaya mencari pertolongan

Setibanya di rumah adik iparnya ia meminta adik iparnya untuk membantunya, namun ketika melihat kakak iparnya datang membawa sepoting tangan adik iparnya takut dan memukul tokoh suami dan tokoh suamipun pingsan. Setelah tersadar tokoh utama sudah berada di kantor polisi, setelah terjadi penyelidikan akhirnya membebaskan tokoh utama suami katena terbukti tidak membunuh istrinya. Hanya memotong tangan istrinya karena sudah terbiasa berdua dengan istrinya.

Cerpen dengan cerita yang unik dan berani.
Dalam cerpen ini terdapat beberapa temuan yang sangat mencerminkan kondisi sekitar kita seperti berikut.

Itu adalah pagi yang tak sama dengan 37 tahun pagi hari sebelumnya. Biasanya, istrinya selalu bangun lebih dulu. Menyiapkan sarapan, sedikit berdandan, lalu jika perempuan tersebut sedang ingin memanjakan suaminya, ia akan membawa sarapan ke atas kasur. Membiarkan aroma harum kopi susu menguar ke hidung lelaki terkasihnya, dan membuatnya selalu terjaga. Sambil berterima kasih, laki-laki itu selalu mencium punggung tangan istrinya. Ia akan terus memegangi tangan istrinya sambil memakan sedikit–sedikit telur orak-arik sarapannya serta menyeruput kopi susunya sampai tertinggal ampas di dasar cangkir.

 Dalam kutipan diatas mengingatkan kita bahwa sesuatu hal apapun itupsati akan mengalami perubahan dan penurunan. Semua hal yang hidup akan mati dan berkurang.

Tempat mereka tak hanya tempat tidur, tetapi juga tempat panas saat terbakar asmara pada malam-malam, siang-siang, pagi-pagi, dan sore-sore, hingga saat tubuh keduanya ‘tak lagi perkasa dan ranjang menjadi dingin dan keduanya memindahkan televisi ke dalam kamar sebagai hiburan juga tumpukan buku sebagai bacaan. Di atas semua itu, ada satu yang tak pernah berubah, mereka ‘tak pernah bosan berpegangan tangan. Ranjang bisa saja berubah dingin, sedingin ubin. Tapi tangan mereka yang tak lepas paut tetap membuat hati keduanya hangat.

Hampir sama dengan kitipan pertama dalam kutipan ini teerdapat cerminan bawa manuasiapasti akan mengalami perubahan dari muda ke tua dari perkaca ke lemah. Dan lain lainnya, namun cinta suci tidak akan berubah.

“Mereka sudah melewati tahun-tahun saat perempuan tua itu mengutuki dirinya sendiri atas ketakkunjungan dirinya berbadan dua.”

Dalam kutipan ini terdapat kultur yang sangat melekat pada perempuan perempuan di sebagia besar dunia. Bahwa pernikahan akan lengkap jika dikaruniani anak.

“Sejenak, dua jenak, beberapa jenak, lelaki itu bingung akan apa yang musti dilakukannya kini. Ia baru menyadari, bahwa selama ini istrinyalah yang mengurus dirinya. Membuatkan makanan, mengingatkannya untuk segera mandi.

Ketergantungan yang sering kita jumpai jika kita sudah sangat nyaman pada suatu keadaan atua kondiasi. Manja.

“Diraihnya lengan kanan istrinya, jari manisnya masih berhias cincin perkawinan. Lelaki tersebut mulai menggergaji tangan istrinya tepat di siku. Ia—dan lengan istrinya—kini siap pergi keluar mencari pertolongan untuk menangani orang mati.

"Karena aku ‘tak bisa hidup tanpa dia, Nak. Aku ‘tak tahu apa yang harus kuperbuat tanpa dia. Aku ‘tak mungkin pergi cari bantuan dengan membawa mayatnya, terlalu berat untukku. Maka aku memutuskan untuk membawa tangannya saja. Sebab, aku butuh kekuatan dari perempuan yang sangat kucintai. Aku ingin menggenggam tangannya agar aku kuat."

Ini adalah contoh fanatisme yang saya maksut yaitu ketika kita sudah sangat terracuni dangan sesuatu maka sering kali logika tidak kita ikut sertakan. Sereti kasus kasus kemarin, bom bali. Kurang lebih kasusnya sama.
“Wartawan bahkan sudah mengambil banyak foto untuk diberitakan besok, Seorang Kakek Memotong Tangan Kanan Istrinya Hingga Tewas. Begitulah yang diduga orang, bahwa ia lelaki tua gila tanpa anak yang memotong tangan istrinya dengan gergaji mesin hingga istrinya tewas—mungkin karena kehabisan darah, mungkin karena serangan jantung akibat kaget lengannya dipotong, mungkin juga akibat mati ketakutan. Sebuah berita pembunuhan.”
“Keluarga besar mendiang istrinya ‘tak percaya pada penjelasannya yang terdengar aneh. Mereka menangis keras-keras atas kematian anggota keluarga mereka yang tragis, dan merasa kasihan atas kemalangan perempuan itu, sebab telah menikah 37 tahun dengan laki-laki gila.”
Kebiasaaan yang sering kita lakukan adalah menuduh orang, menilai dari penampilanya. Pada kutipan ini tersirat hal itu. Betapa mudahnya para wartawan menuduh tokoh utama.
Layaknya sebuah cermin cerpen karya Kumala dengan  judul “Sepotong Tangan”  bnayak sekali budaya dan kebiasaan – kebiasaan yang serig kita lihat dalam kehidupan sehari hari muncul didalamnya. Menegakan karya sasttra (cerpen) adalah ceerminan dari alam semesta.


setelah copas janganlupa komenya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar