TOPENG CINTA
Berkaca dari Pendekatan MIMETIK
Oleh
Wayan
Subandriyo
(106469)
“Fanatisme, praduga dan kesetiaan di
dalam kisah, menyedihkan”
Cerpen, novel dan puisi adalah gambaran atau
ceraminan dari alam semesta. Itulah yang kita tahu dan beredar pada masyarakat,
kalau kita telaah lebih dalam lagi bahwa memang karya sastra diciptakan oleh
penulisnya berdasarkan pengalaman atau perenungan atas lingkungan sekitar
pengarang. Bisa dari pengalaman pribadi yang dialami si penulis atau hasil
perenungan penulis atas kejadian – kejadia di sekitarnya. karya tulis(cerpen)
dianggap sebagai dokumen sosial; karya sastra sebagai refleksi dan
kenyataan di dalamnya sebagai sesuatu yang sudah ditafsirkan. Dan setiap karya
sastra hasil cerminan dari lingkungannya akan menyiratkan hal itu lebih detail
dan mudah penyesuainanya dengan kenyataan. Walaupaun cerpen adalah tulisan yang
dipenuhi imanjinasi dari penulis dari tema hinga tokohnya. Namun pasti ada
kesamaan antara cerpen itu dengan lingkunganya.
Ratih
Kumala, lahir di Jakarta 4 Juni 1980. Ia menyelesaikan studi dari Jurusan
Sastra Inggris Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Buku pertamanya, novel
berjudul Tabula Rasa, memperoleh hadiah ketiga Sayembara Menulis Novel Dewan
Kesenian Jakarta 2003, dan diterbitkan oleh Penerbit Grasindo, 2004. Novel
keduanya, Genesis, diterbitkan Insist Press tahun 2005. Kumpulan cerita
pendeknya, Larutan Senja, diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama tahun 2006. Selain
menulis novel dan cerita pendek, Ratih juga tengah menyelesaikan sebuah novel
grafis dan menulis skenario untuk acara televisi Jalan Sesama (yang merupakan
versi Indonesia Sesame Street Indonesia). Saat ini tinggal di Jakarta bersama
suaminya, penulis Eka Kurniawan. Dan dalam ulasan kaliini kita akan membedah
cerpen karya Ratih Kumala dengan judul “Sepotong Tangan”.
Sinopsis dari cerpen karya Ratih Kumala dengan judul “Sepotong
Tangan”
Pada sebuah pagi seorang suami dengan
setia menungu kebangunan sang istri, setelah menungu lama ternyata sang istri
tidak kunjung bangun. Dan ketika tokoh suami mengengam tangan istrinya terasa
dingin dan baru disadari kalau istri paling dicintainya sudah meningal. Tokoh
suami ingin meminta pertolongn untuk mengurus jasad istrinya. Karena tidak
pwernah bepergian tanpa sang istri akhirnya tokoh suami memutuskan untuk
memotong tangan istrinya untuk menemaninaya mencari pertolongan
Setibanya di rumah adik iparnya ia
meminta adik iparnya untuk membantunya, namun ketika melihat kakak iparnya
datang membawa sepoting tangan adik iparnya takut dan memukul tokoh suami dan
tokoh suamipun pingsan. Setelah tersadar tokoh utama sudah berada di kantor
polisi, setelah terjadi penyelidikan akhirnya membebaskan tokoh utama suami
katena terbukti tidak membunuh istrinya. Hanya memotong tangan istrinya karena
sudah terbiasa berdua dengan istrinya.
Cerpen dengan cerita yang unik dan
berani.
Dalam cerpen ini terdapat beberapa
temuan yang sangat mencerminkan kondisi sekitar kita seperti berikut.
“Itu adalah pagi yang tak sama
dengan 37 tahun pagi hari
sebelumnya. Biasanya,
istrinya selalu bangun lebih dulu. Menyiapkan sarapan, sedikit berdandan, lalu
jika perempuan tersebut sedang ingin memanjakan suaminya, ia akan membawa
sarapan ke atas kasur. Membiarkan aroma harum kopi susu menguar ke hidung
lelaki terkasihnya, dan membuatnya selalu terjaga. Sambil
berterima kasih,
laki-laki itu selalu mencium punggung tangan istrinya. Ia akan terus memegangi
tangan istrinya sambil memakan sedikit–sedikit telur orak-arik sarapannya serta
menyeruput kopi susunya sampai tertinggal ampas di dasar cangkir.”
Dalam kutipan diatas mengingatkan kita bahwa
sesuatu hal apapun itupsati akan mengalami perubahan dan penurunan. Semua hal
yang hidup akan mati dan berkurang.
“Tempat mereka ‘tak hanya tempat tidur, tetapi juga tempat panas saat
terbakar asmara pada malam-malam,
siang-siang,
pagi-pagi, dan
sore-sore, hingga saat
tubuh keduanya ‘tak lagi perkasa dan ranjang menjadi dingin dan keduanya
memindahkan televisi ke dalam kamar sebagai hiburan juga tumpukan buku sebagai bacaan.
Di atas semua itu, ada
satu yang tak pernah berubah, mereka ‘tak pernah bosan berpegangan tangan. Ranjang
bisa saja berubah dingin, sedingin ubin.
Tapi tangan mereka yang ‘tak lepas
paut tetap membuat hati keduanya hangat.”
Hampir sama
dengan kitipan pertama dalam kutipan ini teerdapat cerminan bawa manuasiapasti
akan mengalami perubahan dari muda ke tua dari perkaca ke lemah. Dan lain
lainnya, namun cinta suci tidak akan berubah.
“Mereka sudah melewati tahun-tahun
saat perempuan tua itu mengutuki dirinya sendiri atas
ketakkunjungan dirinya berbadan dua.”
Dalam kutipan
ini terdapat kultur yang sangat melekat pada perempuan perempuan di sebagia
besar dunia. Bahwa pernikahan akan lengkap jika dikaruniani anak.
“Sejenak, dua jenak, beberapa jenak, lelaki
itu bingung akan apa yang musti dilakukannya kini. Ia baru menyadari, bahwa
selama ini istrinyalah yang mengurus dirinya. Membuatkan makanan,
mengingatkannya untuk segera mandi. “
Ketergantungan
yang sering kita jumpai jika kita sudah sangat nyaman pada suatu keadaan atua
kondiasi. Manja.
“Diraihnya lengan kanan istrinya, jari
manisnya masih berhias cincin perkawinan. Lelaki tersebut mulai menggergaji
tangan istrinya tepat di siku. Ia—dan lengan istrinya—kini siap pergi keluar
mencari pertolongan untuk menangani orang mati. “
“"Karena
aku ‘tak bisa hidup tanpa dia, Nak. Aku ‘tak tahu apa yang harus kuperbuat
tanpa dia. Aku ‘tak mungkin pergi cari bantuan dengan membawa mayatnya, terlalu
berat untukku. Maka aku memutuskan untuk membawa tangannya saja. Sebab, aku
butuh kekuatan dari perempuan yang sangat kucintai. Aku ingin menggenggam tangannya agar aku
kuat."
Ini
adalah contoh fanatisme yang saya maksut yaitu ketika kita sudah sangat
terracuni dangan sesuatu maka sering kali logika tidak kita ikut sertakan.
Sereti kasus kasus kemarin, bom bali. Kurang lebih kasusnya sama.
“Wartawan bahkan sudah mengambil banyak foto untuk diberitakan besok, ‘Seorang
Kakek Memotong Tangan Kanan Istrinya Hingga Tewas.’ Begitulah yang diduga orang, bahwa ia lelaki tua gila tanpa anak yang
memotong tangan istrinya dengan gergaji mesin hingga istrinya tewas—mungkin karena kehabisan darah, mungkin karena serangan
jantung akibat kaget lengannya dipotong, mungkin juga akibat mati ketakutan. Sebuah
berita pembunuhan.”
“Keluarga besar mendiang istrinya ‘tak percaya pada
penjelasannya yang terdengar aneh. Mereka menangis keras-keras atas kematian
anggota keluarga mereka yang tragis, dan merasa kasihan atas kemalangan
perempuan itu, sebab telah menikah 37 tahun dengan laki-laki gila.”
Kebiasaaan
yang sering kita lakukan adalah menuduh orang, menilai dari penampilanya. Pada
kutipan ini tersirat hal itu. Betapa mudahnya para wartawan menuduh tokoh
utama.
Layaknya
sebuah cermin cerpen karya Kumala dengan
judul “Sepotong Tangan” bnayak sekali budaya dan kebiasaan –
kebiasaan yang serig kita lihat dalam kehidupan sehari hari muncul didalamnya.
Menegakan karya sasttra (cerpen) adalah ceerminan dari alam semesta.
setelah copas janganlupa komenya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar